Kwarta5.com Batam - Sengketa lahan di Kampung Belimbing sampai saat ini belum mendapat titik terang, dimana lebih dari 700 unit rumah warga yang sudah puluhan tahun menempati lahan tersebut kini menjadi lokasi PT. DKB setelah dialokasikan oleh BP Batam.
Menurut warga surat yang pernah dilayangkan oleh pengacara Bali Dalo kepada mereka yang menyatakan bahwa PT.DKB pernah melakukan penataan lahan di kampung Belimbing adalah tidak benar. Sebab kata warga PT.DKB mendapat pengalokasian dari BP Batam pada tahun 2010 yang mana pada saat itu lahan sudah dipadati penduduk.
Sirait, warga kampung belimbing mengatakan bahwa penataan dan perbaikan dilakukan oleh warga Kampung Belimbing secara bergotong royong, seperti memperbaiki saluran parit dengan memanfaatkan dana PNPM di tingkat kelurahan.
Untuk perbaikan jalan/semenisasi di wilayah Kampung Belimbing menggunakan APBD kota Batam. Mencapai kurang lebih 3 Milliar, yaitu anggaran dari Dinas pekerjaan umum (PU) & Dinas tata kota (Distako) Batam.
"Kalau ingin kebenarannya silahkan Instansi pemerintahan turun kelokasi mulai dari BP Batam, Pemko Batam, BPN kota Batam dan DPRD kota Batam bisa melihat secara langsung kelokasi. Kami heran bagaimana mungkin pihak BPN kota Batam bisa menerbitkan sertifikat atas nama masing – masing rumah warga, sementara ukuran & luas kavling tidak sama serta posisi rumah belum tertata." jelasnya.
Harmidi anggota DPRD Batam yang melakukan kunjungan kerja di Kampung Belimbing mendapatkan pertanyaan dari warga, apakah bisa sertifikat di terbitkan tanpa terlebih dahulu dilakukan pecah PL induk.
Mendengar keluhan warga atas legalitas lahan di Kampung Belimbing, Harmidi angkat bicara dan menyatakan agar warga mengumpulkan data – data warga yang tinggal di daerah tersebut berikut bukti- bukti pembayarannya. Baik yang sudah pernah melakukan pembayaran kepihak PT.Dharma Kemas Berganda dan yang belum pernah membayar , atau saat ini sedang melakukan tahap pembayaran cicilan maupun yang sudah lunas agar diserahkan ke kantor DPRD kota Batam untuk dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Namun setelah berkas dikumpulkan dan diserahkan oleh warga sejak tiga bulan lalu hingga kini tidak diketahui kemana rimbahnya. Apakah sudah diserahkan ke kantor DPRD kota Batam warga tidak tahu.
Sopian, Maneger PT.Dharma Kemas Berganda, menuturkan pada pihak media (27/3) bahwa untuk memutuskan sesuatu itu tidak bisa sembarangan, ada kemungkinkan kalau kita membuat suatu kesepakatan tidak bisa di gugat sama warga, misalnya warga menyewa pengacara menggugat pernyataan dari PT.DKB, karena pengacara ini yang selama ini kita tahu di pakai oleh pemerintah.
Sopian menjelaskan, kalau masalah harga Rp 285.000.- s/d 300.000,- sudah sesuai standar harga tanah di Batam. Sebab harga dari Otorita Batam ring 1 (satu) Rp.400.000/M2.
"Pada tahun 2010 pihak PT.DKB membayar UWTO kepada BP Batam sekitar Rp.43.000/M2, tetapi ini sudah kami sesuaikan dengan pengacara menerapkan harga baru dan penyelesaiannya semuanya sudah saya serahkan sama pengacara," jelasnya.
Ditambahkan Sopian bahwa untuk pengurusan sertifikat masing - masing Kavling atau rumah diurus oleh Notaris Sohendro.
Pengurusan serifikat itu diurus sama Notaris Sohendro, warga tidak bisa jika hanya membayar UWTO karena PT.DKB kerjasama dengan Notaris dan semua itu saya pikir keputusannya ada sama pengacara," imbuhnya. (Sy/Dgbl)