Kwarta5.com Jakarta,- Pandemi COVID-19 tidak menyurutkan semangat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal. Hal ini terlihat dari pertumbuhan investor-investor baru yang melakukan investasi saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebagai seorang investor, tentu harus memiliki strategi yang baik dalam melakukan investasi, salah satunya adalah dengan melakukan diversifikasi investasi. Lalu, apa itu diversifikasi investasi?
Dalam konteks saham, diversifikasi investasi adalah strategi untuk meminimalisir risiko dengan cara mengatur portofolio dengan menempatkannya pada berbagai sektor dan saham yang dapat memberikan imbal hasil yang berimbang. Singkatnya, menempatkan dana investasi di beberapa instrumen investasi yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kerugian di salah satu sektor, dengan mendapatkan keuntungan di sektor lainnya.
Seperti salah satu jargon populer yang dikatakan tokoh investor terkenal dunia, yaitu Warren Buffet. “Don’t put all your eggs in one basket”. Jangan simpan semua telurmu di dalam satu keranjang, karena jika keranjang tersebut terjatuh, maka semua telur milik kita akan pecah.
Sebaliknya jika kita menaruh telur di banyak keranjang, maka kita memiliki kesempatan lebih besar walaupun ada satu keranjang yang terjatuh. Analogi tersebut seringkali dikaitkan pada keputusan investasi, yakni jangan menaruh semua dana investasimu hanya di satu instrumen investasi, lebih spesifik di satu sektor atau saham. Di sinilah perlunya melakukan diversifikasi investasi seperti yang dijelaskan tadi.
Contoh, seorang investor dapat membeli saham di sektor perbankan dan kemudian membeli beberapa saham lain di sektor farmasi pada saat yang bersamaan. Sehingga, jika sewaktu-waktu sektor perbankan mengalami penurunan kinerja yang berdampak pada turunnya harga-harga saham bank, maka penurunan itu bisa ditopang oleh kenaikan harga saham-saham di sektor farmasi yang saat ini kinerjanya bagus.
Selain melakukan diversifikasi melalui pemilihan sektor usaha, diversifikasi pun tetap perlu dilakukan pada saham-saham yang ada di setiap sektor. Hal ini dikarenakan bisa saja walaupun sama-sama dalam satu sektor, kinerja individu perusahaan memburuk karena masalah di internal perusahaan.
Contoh, sektor properti sedang berkembang bagus, tetapi bisa saja ada perusahaan properti yang mungkin kinerja keuangannya memburuk karena kerugian perusahaan akibat kondisi internal, sehingga menyebabkan harga saham terkoreksi. Artinya, hasil investasi setiap investor akan lebih optimal jika memiliki semakin banyak saham dari berbagai sektor dalam portofolionya. Adapun yang dimaksud dengan portofolio adalah gabungan seluruh saham-saham yang dimiliki seorang investor.
Portofolio investasi harus dievaluasi secara berkala, bisa setiap tahun sekali, enam bulan, atau tiap kuartal. Semakin panjang jangka waktu investasi, bisa lebih panjang interval dalam melakukan evaluasi. Sebaliknya, semakin pendek jangka waktu investasi, semakin sering pula harus dilakukan evaluasi.
Tujuan dari evaluasi adalah untuk melakukan rebalancing portofolio investasi, yaitu menyesuaikan kembali produk-produk yang ada pada portofolio agar tetap sesuai dengan tujuan dan target investasi kita. Ilustrasinya seperti ini, seorang investor menginginkan portofolio yang berimbang antara instrumen saham dan pendapatan tetap sebesar masing-masing 50%. Dengan mengalokasikan dana, misalnya, sebesar Rp50 juta pada saham dan Rp50 juta pada surat utang negara.
Dalam perjalanan waktu enam bulan kemudian, investor ini melakukan evaluasi. Dari hasil evaluasi nilai saham yang awalnya dia alokasikan sebesar Rp50 juta, ternyata sudah naik karena kenaikan harga saham (unrealized capital gain) menjadi Rp60 juta. Sementara nilai investasi surat utang masih sama, yakni sebesar Rp50 juta. Artinya, dari Rp110 juta dana investasi, komposisinya sudah berubah menjadi 54% saham dan 46% instrumen pendapatan tetap.
Kemudian apa yang harus dilakukan? Mengembalikan agar komposisi kembali ke masing-masing 50%. Ada dua cara, pertama, merealisasikan keuntungan saham yang 4% dan menempatkan di instrumen lainnya. Atau, kedua, merealisasikan keuntungan saham yang 4% dan membelikan instrumen surat utang negara agar komposisinya menjadi berimbang kembali.
Komposisi ini perlu dijaga agar kembali sama, karena alokasi portofolio berkaitan dengan tujuan investasi dan hasil di masa depan, atau jangka waktu yang sudah ditetapkan di awal. Oleh karena itu keseimbangan kembali akan mempengaruhi potensi risiko dan imbal hasil. Jika tidak disesuaikan, bisa jadi hasil di masa depan tidak sesuai dengan harapan.
Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa investasi yang ideal adalah dengan membeli banyak saham. Dengan demikian, investasi tersebut akan membutuhkan modal investasi yang besar. Lalu, bagaimana solusi untuk investor yang memiliki dana terbatas? Nah, jawabannya bisa dengan berinvestasi pada reksa dana saham.
(TIM BEI)