Kwarta5.com Jakarta,- Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 9 orang permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), salah satunya. Kantor Jaksa Agung. Foto: Kwarta5/Int
Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana dalam keterangan siaran Pers di. Jakarta Selatan. Selasa (21/3/2023)
Tersangka Putra Nusantara, A.Md bin A. Djamhuri dari Kejaksaan Negeri Seluma yang disangka melanggar Pasal 76 C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka Werirawan Nasution bin Zamri Nasution dari Cabang Kejaksaan Negeri Mandaling Natal di Natal yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Yosua Simanjuntak dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka Azrai Abdi Nasution Als. ZO’I dari Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Muhammad Taufik Hidayat alias Taufik bin Santoso dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Hermansyah als Eman bin (alm) Bujang Basuni dari Kejaksaan Negeri Landak yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka Muhamad Afriansyah bin Edi Satim dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pengancaman.
Tersangka Muhammad Riski bin Itong dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Suhaidy alias Okong dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Ia juga menjelaskan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
"Tersangka belum pernah dihukum tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana,"Terangnya.
"Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya,"Paparnya.
"Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi,"Ungkapnya.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar pertimbangan sosiologis masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1).
Ilham