Yohana Stevanie Lekhenilla. Foto: Ist |
Kwarta5.com Batam,- Akhir-akhir ini kasus penyebaran foto dan video intim dengan sasaran perempuan sebagai sarana untuk mengancam semakin meningkat di Indonesia. Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Kekerasan Terhadap Perempuan 2019, terjadi lonjakan tajam pengaduan kekerasan berbasis gender siber yang juga dipengaruhi situasi pandemi virus corona, dengan kenaikan 348% dari 490 kasus di tahun 2019 menjadi 1.425 kasus di tahun 2020.
Kemudian, data dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) dari ratusan kasus yang ditangani, hanya sekitar 10% berujung ke pengadilan. Dengan adanya penegakan hukum yang kuat, pelaku dari tindak kekerasan seksual tidak dapat dibebaskan begitu saja, tentu harus melalui berbagai proses hukum agar mendapatkan sanksi tepat dan tegas atas tindak pidana yang dilakukan. (BBC. News Indonesia)
Revenge porn dapat dideskripsikan sebagai penyebaran konten seksual milik pribadi yang ke internet tanpa persetujuan. Menurut Cyber Civil Rights Initiative, mayoritas korban revenge porn adalah perempuan. Para korban dipaksa untuk berfoto atau membuat video. Ditemukan pula kasus dimana korban tidak mengetahui bahwa dirinya direkam dengan kamera tersembunyi. Saat ini semakin banyak negara yang mengakui fenomena ini dan memberlakukan undang-undang untuk menindak para pelaku.
Tujuan pelaku revenge porn adalah untuk membalas dendam. Namun, dalam jurnal Drafting an Effective 'Revenge Porn' Law: A Guide for Legislator (Mary Anne Franks: 2015) dikatakan bahawa pelaku revenge pornography juga dapat memiliki motif lain, seperti motif ekonomi, ketenaran, maupun hiburan. Revenge porn jelas merupakan kejahatan yang merugikan korban. Bahkan masyarakat sering kali menyudutkan korban dan menganggap yang terjadi pada korban diakibatkan oleh tindakannya sendiri.
Sanksi Pidana
Aksi revenge pornography unsur-unsur tindakannya termasuk kedalam kategori delik kesusilaan. Definisi kesusilaan menurut Fudyartanta, yang dikutip dari jurnal yang ditulis oleh Surajiyo yang berjudul Manusia Susila di Indonesia dalam Perspektif Filosofis, kesusilaan adalah keseluruhan nilai atau norma yang mengatur atau merupakan pedoman tingkah laku manusia di dalam masyarakat untuk menyelenggarakan tujuan hidupnya. Kesusilaan diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau percakapan yang bertautan dengan norma-norma kesopanan yang harus atau dilindungi oleh hukum demi terwujudnya tata tertib dan tata susila dalam masyarakat. Dalam KUHP, perbuatan yang tergolong melanggar norma kesusilaan disebut sebagai kejahatan terhadap kesusilaan atau delik kesusilaan.
Dilihat dari sanksi pidana untuk pelaku memang tidak ada secara khusus diatur dalam undang-undang. Namun, dilihat dari unsur unsur tindakannya termasuk ke dalam kategori delik kesusilaan yang mana pengaturannya dapat dilihat pada KUHP, yakni pasal 281, 282, serta 533 KUHP dan pasal 406 Undang-Undang No.1 Tahun 2023 . Melihat dari KUHP diatur dalam pasal 281 menyebutkan sebagai berikut:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4,5 juta:
1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.”
Serta pasal 406 UU No.1 Tahun 2023 menyebutkan:
“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta setiap orang yang:
a. Melanggar kesusilaan di muka umum; atau
b. Melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut.”
Penjelasan dari Pasal 406 huruf a yang dimaksud dengan “melanggar kesusilaan” adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan.
Dari penjelasan diatas, dalam Pasal 281 KUHP maupun Pasal 406 UU 1/2023 unsur tindak asusila adalah:
a. Barang siapa
b. Dengan sengaja
c. Terbuka (di muka umum)
d. Melanggar kesusilaan